Banda Aceh – “Kami ke Aceh untuk melakukan
sosialisasi bagaimana peran dan fungsi Dewan Pers yang diamanatkan dalam
Pasal 15 UU Pers No. 40 Tahun 1999, paling penting adalah menegakkan
etika, memelihara hubungan kepada masyarakat, pemerintah dan media serta
menumbuh kembangkan kehidupan pers,” kata Ketua Komisi Hubungan Antar
Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers Bekti Nugroho, Selasa (16/5) di Banda
Aceh.
Bekti menambahkan program ini untuk 33 Provinsi, namun untuk tahun yang pertama ini propinsi Aceh mendapat giliran menjadi lokasi acara ini dengan mengusung tema “Media Literacy.”
Ditanya kenapa membawa tema “Media Literacy” ? Bekti mengatakan karena memang banyak permintaan masyarakat harus Media Literacy. Seiring makin maraknya media supaya masyarakat tidak bingung, mana media profesional dan wartawan profesional, bagaimana berita yang baik dan benar, media mana yang memberitakan dengan unsur edukatif tinggi, mana media yang mengejar sensasi, maka masyarakat harus mengerti.
“Kalau masyarakat ngerti dan bisa memilih media, maka kemudian kita ingin menegakkan itu, profesi wartawan bermartabat, media yang sehat,” katanya sembari mengatakan ada pemahaman masyarakat, ini media , fungsinya apa, jangan sampai disalahkan , seolah-olah media memberitakan yang buruk-buruk saja.
Dalam sosialisasi ini, Dewan Pers mengundang banyak PNS yang umumnya berasal dari sekolah-sekolah dan staff kehumasan pemerintah. “Sebelumnya kita bertemu dengan pejabat daerah untuk menyamakan persepsi, dijelaskan bagaimana fungsi pers supaya tidak ada miskomunikasi antara stakeholder dan pers,”kata Reporter RCTI ini kepada The Globe Journal, di The Pade Hotel.
Saat ditanya keluhan apa yang diperoleh Dewan Pers dari pertemuan dengan PNS di Aceh ini, Bekti mengatakan ada keluhan bahwa sebagian peserta ini sering didatangi wartawan.
“Kalau kata Pak Bagir Manan bisa dikatakan dia orang yang mengatasnamakan wartawan, kalau dia kemudian melakukan itu dengan cara yang tidak profesional, ada juga yang mengeluh karena melanggar kode etik jurnalistik," kata Bekti.
Keluhan dari guru misalnya, wartawan ada yang berpenampilan tidak sopan, pakai sandal jepit, bau dan mengancam termasuk memeras. “Ada dibeberapa daerah, sifatnya umum, tapi hampir rata-rata mengeluhkan dengan gejala-gejala yang tadi,”kat Bekti Nugroho.
Menurut beberapa orang peserta, Samsul yang sempat ditemui The Globe Journal saat makan siang di The Pade Hotel mengakui kegiatan ini sangat bermanfaat. “Ada yang mengeluhkan bahwa wartawan di Aceh sering memeras dan terkesan menakuti kepala sekolah, ada juga yang mengancam tapi gak jelas korannya, itu laporan kepala sekolah kepada Dewan Pers tadi,” kata Samsul.
Bekti menambahkan program ini untuk 33 Provinsi, namun untuk tahun yang pertama ini propinsi Aceh mendapat giliran menjadi lokasi acara ini dengan mengusung tema “Media Literacy.”
Ditanya kenapa membawa tema “Media Literacy” ? Bekti mengatakan karena memang banyak permintaan masyarakat harus Media Literacy. Seiring makin maraknya media supaya masyarakat tidak bingung, mana media profesional dan wartawan profesional, bagaimana berita yang baik dan benar, media mana yang memberitakan dengan unsur edukatif tinggi, mana media yang mengejar sensasi, maka masyarakat harus mengerti.
“Kalau masyarakat ngerti dan bisa memilih media, maka kemudian kita ingin menegakkan itu, profesi wartawan bermartabat, media yang sehat,” katanya sembari mengatakan ada pemahaman masyarakat, ini media , fungsinya apa, jangan sampai disalahkan , seolah-olah media memberitakan yang buruk-buruk saja.
Dalam sosialisasi ini, Dewan Pers mengundang banyak PNS yang umumnya berasal dari sekolah-sekolah dan staff kehumasan pemerintah. “Sebelumnya kita bertemu dengan pejabat daerah untuk menyamakan persepsi, dijelaskan bagaimana fungsi pers supaya tidak ada miskomunikasi antara stakeholder dan pers,”kata Reporter RCTI ini kepada The Globe Journal, di The Pade Hotel.
Saat ditanya keluhan apa yang diperoleh Dewan Pers dari pertemuan dengan PNS di Aceh ini, Bekti mengatakan ada keluhan bahwa sebagian peserta ini sering didatangi wartawan.
“Kalau kata Pak Bagir Manan bisa dikatakan dia orang yang mengatasnamakan wartawan, kalau dia kemudian melakukan itu dengan cara yang tidak profesional, ada juga yang mengeluh karena melanggar kode etik jurnalistik," kata Bekti.
Keluhan dari guru misalnya, wartawan ada yang berpenampilan tidak sopan, pakai sandal jepit, bau dan mengancam termasuk memeras. “Ada dibeberapa daerah, sifatnya umum, tapi hampir rata-rata mengeluhkan dengan gejala-gejala yang tadi,”kat Bekti Nugroho.
Menurut beberapa orang peserta, Samsul yang sempat ditemui The Globe Journal saat makan siang di The Pade Hotel mengakui kegiatan ini sangat bermanfaat. “Ada yang mengeluhkan bahwa wartawan di Aceh sering memeras dan terkesan menakuti kepala sekolah, ada juga yang mengancam tapi gak jelas korannya, itu laporan kepala sekolah kepada Dewan Pers tadi,” kata Samsul.