KISAH HIKMAH: TSUNAMI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM 2004
Written By News and Fun on Saturday, 14 April 2012 | 21:09
Kisah-kisah hikmah saat tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, 26 Desember 2004
sangat banyak. Sejumlah saksi merasa dirinya selamat berkat petunjuk Illahi yang masih memberinya kesempatan hidup.
Petunjuk Illahi itu di antaranya disampaikan melalui mahluk ciptaan Nya, yaitu hewan. Mereka yang selamat mengaku melihat perilaku aneh hewan menjelang tsunami.
Ketajaman insting hewan dalam mencium adanya bahaya tergolong luar biasa. Seperti pernah dilaporkan suatu cerita yang terjadi terhadap seorang perempuan tua yang tinggal bersama anjing piaraannya. Dikisahkan, suatu pagi nenek itu terkejut melihat perubahan sikap Dobberman miliknya. Anjing itu menarik-narik ujung pakaiannya, seolah memaksanya segera ke luar rumah.
Nenek itu menduga ada sesuatu yang terjadi di luar rumah. Tanpa pikir panjang, diikutinya kemauan anjing itu. Tiba di pekarangan, ternyata tidak ada sesuatu yang terjadi. Tetapi dia heran melihat sikap anjingnya yang terus saja menarik ujung pakaiannya.
Beberapa menit kemudian, terjadi guncangan gempa. Nenek itu merebahkan tubuhnya di tanah. Selanjutnya dia melihat rumahnya runtuh. Tetapi dia selamat dalam gempa dahsyat berkekuatan 7 skala ricther yang mengguncang kawasan Los Angeles pada tahun 1991.
Ketika gempa dan tsunami melanda sejumlah negara Asia beberapa tahun lalu, beberapa media juga melaporkan seputar perubahan perilaku hewan. Sebagaimana terjadi terhadap gajah-gajah di Thailand yang lari di saat gempa.
Pada turis yang kebetulan berada di atas punggung gajah kebingungan saat hewan raksasa itu lari ketakutan menuju dataran tinggi. Mereka baru menyadarinya setelah beberapa menit berselang terjadi tsunami. Gajah dan para penunggangnya selamat.
Tsunami Di NAD
Di Aceh, sekawanan burung terbang menuju arah daratan. Sesuatu yang tidak biasa terjadi di minggu pagi yang cerah itu. Tetapi beberapa orang mencium adanya bahaya melihat perilaku tersebut. Mereka segera menjauh dari pantai dan pergi menuju bukit, mereka pun selamat.
Ketika berada di kampung Lamjame beberapa hari sesudah tsunami, penulis sempat melihat seekor sapi di depan sebuah rumah yang rusak. Tentu saja penulis heran melihat hewan itu berada di lokasi yang nyaris rata dengan tanah. Mengapa sapi ini ada di sini? tanya penulis dalam hati.
Pertanyaan yang menggelayut di benak ini terjawab secara tidak sengaja, ketika penulis mengunjungi kamp pengungsi Mata’ie. Seorang pengungsi bernama Ali (60 tahun), warga Lhok Nga, Aceh Besar, menuturkan pengalamannya.
Seperti biasanya, minggu pagi itu Ali sibuk menyiapkan peralatannya melaut. Profesi yang sudah lama digelutinya. Hari itu, tidak ada sesuatu keanehan yang dilihatnya. Semuanya berlangsung biasa saja. Meski malam sebelumnya bermimpi sebuah giginya tanggal, tetapi dia tidak terlalu menghiraukannya. Baginya mimpi sekadar bunga tidur.
Tetapi perasaan Ali mulai cemas, ketika guncangan dahsyat terjadi pukul 8.00 pagi. Belum pernah dalam hidupnya merasakan gempa yang begitu hebat. Bersama istrinya dia lari keluar rumah.
Selanjutnya, pria itu berjalan menuju pantai yang berjarak 100 meter dari rumahnya, sambil melihat-lihat keadaan. Seketika dia mengernyitkan keningnya melihat puluhan penduduk yang tampak kegirangan melihat air laut surut. Mereka berlomba mengambil ikan-ikan yang menggelepar di pantai.
Entah kenapa, Ali tidak tertarik melihat hewan laut yang menjadi sumber nafkahnya selama ini. Ada kegalauan yang menyelimuti benaknya.
Ada apa dengan ini? cetusnya dalam hati.
Dia bertemu dengan teman-temannya, Yunus (70 thn), Tengku Abdul Laserih (ulama) dan beberapa warga.
“Ada pertanda apa dengan kejadian ini, Tengku?” Tanya Ali kepada tokoh agama yang fisiknya sudah bungkuk dan membawa tongkat ini.
“Dalam kitab-kitab agama tertulis bahwa dunia ini diciptakan pada hari Minggu,” jawab Tengku Abdul Laserih.
“Lalu apa kaitannya dengan gempa dan air laut surut?” Ali bertanya kembali.
“Karena ini hari jadi dunia, mungkin saat ini Tuhan hendak membuat dunia yang baru dengan menghancurkan dunia yang kita tempati sekarang,” Jawabnya lagi. “Atau boleh jadi, ini sebagian tanda-tanda kiamat yang telah dekat.”
Ali masih ingat, saat itu Tengku mengajaknya ke musholla.
“Sebaiknya kita ke musholla saja. Mohon perlindungan Allah SWT,”kata Tengku dengan nada berat.
Mereka melangkah menuju musholla. Tengku mengajak pula beberapa warga. Mereka bergegas menuju musholla.
Ketika langkahnya semakin dekat musholla, tiba-tiba pandangan mereka tertuju ke arah bukit yang tidak jauh dari tempatnya berdiri. Tetapi bukan bukit itu yang menjadi perhatian.
Aneh, ada 8 ekor sapi yang menaiki bukit dengan susah payah. Seolah ada sesuatu yang menakutkan di tanah lapang tempatnya merumput.
Tentu saja hewan bertubuh tambun itu kepayahan, ada diantaranya yang terguling, tetapi kemudian bangkit dan kembali menaiki bukit. Kejadian itu di saksikan Ali, Yunus, Tengku Abdul Laserih dan beberapa warga lainnya. Melihat peristiwa yang tidak lazim itu, mereka saling berpandangan. Semuanya menangkap firasat yang kurang baik.
Pada saat kegamangan melanda, tiba-tiba Tengku berkata,
“Alangkah besar dan banyaknya hikmah yang terkandung dalam penciptaan hewan yang terkadang dihina dan diremehkan. Mungkin ini petunjuk Illahi melalui ciptaanNya,” katanya dengan mimik serius.
Lalu dia berkata lagi, “pergilah kalian ke bukit, ikuti hewan itu pergi. Mungkin ada peristiwa besar yang akan terjadi.”
“Sebaiknya Tengku ikut bersama kami,” kata seorang warga menimpali. Tengku Abdul Laserih menggelengkan kepalanya.
“Saya mau shalat dan zikir. Semoga kita semua khusnul khotimah,” jawab Tengku tersenyum.
Warga memeluk Tengku dengan air mata bercucuran. Sebagian ada yang mencium tangannya. Mereka seolah tidak ingin berpisah dengan guru mengaji yang selama puluhan tahun menempa spiritual masyarakat Lhok Nga.
Mereka mengantar Tengku hingga masuk musholla. Beberapa orang yang tidak ingin meninggalkan gurunya itu menemaninya di musholla. Sementara yang lain berlari sekuat tenaga ke arah bukit.
Mereka tidak sempat lagi pulang menemui keluarganya. Seolah tidak cukup waktu menyampaikan bahaya yang segera datang. Mata mereka terus tertuju ke arah bukit sambil memperhatikan 8 ekor sapi yang berlarian mencapai tempat tertinggi.
Ketika langkah mereka sudah mendekati bukit, tiba-tiba pendengaran mereka dikejutkan suara mendengung yang sangat keras. Secara refleks mereka membalikkan tubuhnya menghadap samudera. Pandangan mereka lalu tertuju ke arah gumpalan hitam setinggi puluhan meter di tengah lautan.
“Saat itulah saya menyadari bahaya sesungguhnya,” kenang Ali sambil terisak-isak. Ombak hitam setinggi pohon kelapa yang bergulung-gulung itu semakin mendekati daratan.
Ali dan warga lainnya mempercepat langkah menaiki bukit. Kebetulan saat itu Ali membawa sebilah parang. Seorang anggota brimob yang juga bersamanya segera meminjam benda tajam itu dan digunakannya untuk menebas alang-alang yang menghambat langkah mencapai tempat tinggi.
Beberapa saat kemudian, tragedi itupun datang. Monster laut berkecepatan 900 km/jam bergerak mencapai dataran. Sayup-sayup Ali mendengar suara adzan yang menggema dari speaker musholla, tempat Tengku Abdul Laserih dan beberapa warga berada di dalamnya. Hanya sekejap suara itu di dengarnya. Detik berikutnya, air menyapu habis kawasan Lhok Nga.
Dari atas bukit, ada sekitar 100 orang yang menatap dengan kepedihan yang sangat dalam, demi menyaksikan kampung halamannya tenggelam.
“Kami hanya bisa menangis, tanpa bisa berbuat apapun,” kenang Ali dengan raut masih menyisahkan kesedihan.
“Tetapi kami tidak bisa membayangkannya, andaikata kami tidak melihat sapi yang lari ke arah bukit itu,” kata Ali.
Mungkin terlambat sedikit saja, tentu ajal menjemput. Meski selamat, Ali kehilangan seorang istri. Sedangkan Yunus kehilangan istri, 6 anak dan 7 cucu.
Siapakah yang memberi ilham kepada hewan-hewan yang digolongkan tidak berakal itu untuk menaiki bukit?
Tentu saja ini merupakan hikmah Allah SWT yang memberikan keistimewaan kepada mahlukNya, hingga sekelompok manusia yang terancam bahaya dapat selamat dari bencana.
Demikian sekilas tentang kebesaran Allah SWT yang ditunjukkan lewat hewan-hewan ciptaanNya. Akhirnya, semoga kita dapat memetik hikmah dari kejadian ini.
Label:
Aceh