Banda Aceh-Makam Tgk. H.Syeh Abdurrauf
ben Ali Al Fansuri As Singkili yang terletak di pinggir Pantai
Syiah Kuala terkesan kurang terurus dan tidak adanya perawatan yang baik
serta tidak termanajemen yang rapi. Padahal makan seorang Ulama
karismatik yang sangat dikenal sampai kemanca negara ini merupakan tokoh
penting dalam peradaban Islam di Aceh. Generasi penerus sudah
sepatutnya mengetahui secara mendetail sejarah. Jangan sampai rakyat
Aceh harus belajar sejarah sendiri keluar negeri, padahal itu semua
milik rakyat Aceh.
Banyak pemikiannya dipakai sebagai bahan
referensi dalam mempelajari Agama Islam. Baik di dayah-dayah
tradisional maupun pesantren modern yang ada di Aceh maupun luar Aceh.
Demikian juga Universitas yang mempelajari Agama Islam juga
ikut mempelajari ilmu-ilmu peninggalannya.
Hal ini dibuktikan dengan setiap
minggunya makam Syiah Kuala sebutan yang fameliar ditengah-tengah
masyarakat kedatangan tamu dari luar Negeri untuk sekedar berziarah dan
menglihat secara langsung situs sejarah Ulama yang sangat memberikan
kontribusi pada perkembangan Agama Islam.
Penziarah dari negeri jiran Malaysia
silih berganti mengunjungi makam Syiah Kuala hanya sekedar menglihat
bukti peradaban Islam tempo dulu. Lebih dari 20 wisatawan Malaysia yang
berziarah kemakam Syiah Kuala setiap minggunya. Hal ini menunjukkan
bahwa makam ini bukan hanya dikenal dalam negeri, namun juga dikenal
sampai keluar negeri. Ini sebenarnya menjadi aset besar Pemerintah untuk
dikelola dengan baik, guna dijadikan tempat wisata Islami.
"Pengunjung bukan hanya dari dalam
Negeri, tetapi dari luar negeri juga ada. Setiap minggu ada 20 orang
lebih tamu yang datang dari Malaysia", ujar Abdul Wahid Penjaga Makam
Syeh Abdurrauf Jumat (20/4) pukul 16.30 di makam Syiah Kuala.
Penziarah ada yang sekedar
menglihat-lihat dan ada juga sengaja datang untuk berziarah. Biasanya
warga yang datang berziarah dengan berdoa, berzikir, dan wirid yasin di
makam Syiah Kuala. Namun tidak sedikit juga hanya sekedar melihat dari
kejauhan tanpa melakukan seperti yang dikerjakan oleh para penziarah.
Selain ziarah juga ada hanya sekedar menglepaskan Nazar di makam
tersebut.
"Yang datang kemari itu ada dua macam,
ada yang mau berziarah dan ada juga yang hanya sekedar menglihat-lihat
saja", jelas penjaga makam ini.
Penziarah yang memakai celana panjang
atau ketat dilarang masuk ke perkarangan makam Syiah Kuala. Karena ini
makam seorang Aulia dan tidak sebebas ditempat lain. Sehingga pengurus
mengambil inisiatif untuk menganjurkan pengunjung memakai pakaian yang
Islami, jelasnya lagi.
Kembali ia tegaskan, bagi para
pengunjung yang memakai celana atau baju ketat, pengurus menyediakan
kain sarung untuk dikenakan selama dalam perkarangan makam ini. Hal
ini mengingat pengunjung yang datang dari jauh-jauh dan memakai pakaian
yang tidak Islami, maka dengan disediakan kain sarung tersebut,
pengunjung bisa menikmati situs sejarah tersebut.
Saat disinggung menyangkut bantuan
Pemerintah, pengurus makam ini menjelaskan masih sangat kurang. Bila
Pemerintah benar-benar serius memperhatikannya, makam Syiah Kuala tidak
seperti sekarang, bahkan bisa jauh lebih bagus. Kendati pun demikian,
dari hasil sumbangan pengunjung dan sumbangan beberapa dermawan, maka
pembangunan yang sederhana ini telah dibangun. Walaupun masih banyak
yang harus dibenah dan juga harus adanya penambahan fasilitas pendukung
lainnya, terutama penimbunan untuk menghalangi air laut pasang.
"Pemerintah belum maksimal membantu
makam ini, bila maksimal tidak seperti ini makam, jauh lebih baik.
Karena makam ulama besar ini masih jauh tertinggal dari tempat-tempat
lain", ujar penjaga makam ini yang katanya merupakan turun temurun dalam
menjaga makam.
Jelasnya lagi, untuk biaya operasional
seperti bayar listrik, honor pekerja kebersihan hanya mengandalkan pada
bantuan sumbangan pengunjung dan para demawan lainnya. Jadi tidak
ada bantuan dalam bentuk operasional dari Pemerintah selama ini. Oleh
sebab itu sangat diharapkan ada bantuan operasional pengelolaan makam
Syiah Kuala dari Pemerintah setempat.
Pembangunan makam ini akan terhambat
bila tidak ada perhatian khusus untuk dikembangkan menjadi tempat wisata
religi. Bila ada sentuhan dari pemerintah, makam ini bisa menjadi
Pusat Wisata Religi di Aceh. Oleh karena itu butuh adanya strategi
khusus untuk mengembangkan tempat wisata sejarah tersebut. Selain
menjadi media pendidikan pada genarasi kedepan bahwa di Aceh memiliki
seorang Ulama ynag sangat tersohor sampai kemanca negara dan
sekaligus menjadi tempat wisata Islami sesuai dengan slogan Kota Banda
Aceh Bandar Wisata Islami.
"Bila tidak ada perhatian Pemerintah sulit untuk berkembang", ketusnya lagi.
Jalan keluar dalam pengelolaan makam
tersebut, pengurus makam ini meminta diangkat menjadi PNS. Sehingga
pengurus makam ini sudah ada honor, dan tidak selalu mengandalkan dari
hasil sumbangan para pengunjung seperti selama ini. Dengan demikian
sumbangan pengunjung bisa dialihkan untuk pembangunan fasilitas
pendukung lainnya.
"Kami menjadi pengurus gak punya SK,
makanya gak ada honor. Jadi besar harapan kami maunya kami di SK kan,
atau menjadi PNS lah gitu", ketusnya diakhir perbincangan.
Pemerintah membantah tidak memperhatikan
makam Syiah Kuala. Menurut pengakuan dari pihak Pemerintah melalui
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Banda Aceh saat The Globe Journal
mengkonfirmasi melalui handphone. Kabid Sejarah dan Kebudayaan Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Banda Aceh, Yudi membantah bahwa tidak
ada perhatian pada makam Syiah Kuala. Menurutnya, ada sejumlah anggaran
yang telah dialokasikan tahun lalu melalui program Kementrian ESDM dan
APBA. Demikian juga Pemerintah telah melakukan penataan dikawasan makam
Syiah Kuala tersebut.
Dalam hal operasional, Pemerintah telah
mengalokasikan dana untuk membayar insentif bulanan kepada petugas yang
menjaga makam Syiah Kuala.
"Ada sejumlah bantuan dari kementrian
ESDM dan APBA untuk penataan kawasan makam dan juga setiap bulannya ada
insentif untuk penjaga makam", tulisnya lewat pesan singkat Jumat
(20/4) pukul 17.09 WIB.(Theglobejournal.com)