Irwandi: Ini Partai Terbuka
Ketua sementara partai lokal baru ini adalah Irwansyah (Tgk Muksalmina) sampai terlaksana Kongres I PNA. Dalam kongres itu kelak akan dipilih ketua baru. “Teman-teman meminta saya jadi ketua, namun karena status saya masih PNS, saya belum bisa,” jawab Irwandi saat ditanyai Serambi tadi malam.
Kader-kader yang akan mengisi partai ini, menurut Irwandi, adalah kalangan T4, yaitu: TNA (mantan kombatan GAM), Tokoh, Teungku (ulama), dan Tauke (saudagar atau pebisnis).
Mencermati dinamika politik Aceh belakangan ini, kata Irwandi, sebuah partai lokal baru wajib dimunculkan tahun ini demi terciptanya demokrasi dan iklim berpolitik yang santun serta cerdas. Juga demi kemajuan Aceh dalam segala hal agar layak menjadi contoh bagi provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Sebenarnya, kata Irwandi, pihaknya ingin menumbuhkan partai pada tahun 2007 yang pada sata itu banyak parlok didirikan. “Pada saat teman-teman GAM ingin membuat partai, semua kita sangat antusias ingin melihat partai itu sukses. Tapi, perbedaan pendapat pun terjadi di mana sudah mulai terlihat bakal partai tersebut sebenarnya disetir oleh beberapa orang saja yang dulu bersaing dalam Pilkada 2006,” kenang Irwandi.
Pada awalnya, parlok yang hendak didirikan waktu itu digodok bersama-sama dengan melibatkan personel dari berbagai disiplin ilmu. Tempat penggodokannya adalah kantor GAM di Lamdingin (Kantor Senior Representative GAM untuk AMM).
Kemudian, terjadi pilkada dan ada perbedaan sikap di antara personel-personel GAM yang terpecah kepada dua kubu, sehingga mengakibatkan persiapan pembentukan partai terganggu.
Sekitar tahun 2007, lanjut Irwandi, persiapan pembentukan partai kembali “on”, tapi tim perumusnya sudah didominasi oleh satu kubu dengan arahan khusus dari pimpinan GAM senior. Kubu Irna juga awalnya diundang dalam rapat-rapat terbuka, tapi tidak pernah diundang dalam rapat tertutup.
Pada saat pimpinan GAM mau menamai parlok itu dengan nama Partai GAM dan bendera partai juga bendera GAM, banyak pihak yang protes, termasuk kubu Irna yang didukung oleh hampir semua panglima, termasuk Sofyan Dawood dan Bakhtiar Abdullah dengan asumsi ide tersebut pasti ditolak oleh pemerintah pusat. Memang yang terjadi kemudian adalah penolakan pemerintah pusat. Ketika kemudian terjadi penyesuaian-penyesuaian, kubu Irwandi (minus Nazar, karena mau bikin Partai SIRA) menyatu lagi dalam partai baru yang bernama Partai Aceh.
Sementara pada saat belum ada kesepakatan tentang nama dan bendera, kata Irwandi, kubunya juga mempersiapkan sebuah bakal parlok siap daftar, guna mengantisipasi parlok yang diajukan rekan-rekan dari kubu yang gigih mempertahankan nama Partai GAM berbendera GAM ditolak pempus dan waktunya sudah mepet.
“Ketika kemudian ternyata Meuntroe Malek sudah setuju mengganti nama parlok GAM dengan nama PA dan berhasil didaftarkan, kami kembali bersatu. Lalu, kami batalkan pendirian partai alternatif (yang rencananya bernama Partai Independen),” kata Irwandi.
Dia melanjutkan, “sesuai dinamika politik terkini di Aceh, sebuah partai lokal baru wajib dimunculkan tahun ini. Tujuannya demi terciptanya demokrasi dan iklim berpolitik yang santun dan cerdas, demi kemajuan Aceh dalam segala bidang. Partai itu diberi nama Partai Nasional Aceh.