Para pemain klub-klub di ajang Liga Super Indonesia (ISL) diingatkan
tak perlu takut dengan ancaman-ancaman sanksi yang dilontarkan oknum
pengurus PSSI pimpinan Djohar Arifin Husin karena kepengurusan tersebut
sudah tidak legitimated lagi, kata Ketua PSSI versi Kongres Luar Biasa, La Nyalla Mattalitti.
“Kami pasti akan melindungi pemain kalau sampai dihukum. PSSI versi Djohar Arifin sudah tidak legitimate. Sekarang kok mau mengancam memecat 15 pemain ISL yang tidak berada di bawah mereka,” ujar katanya ketika dikonfirmasi, Sabtu.
La Nyalla mengingatkan, jika PSSI mengancam menjatuhkan sanksi, maka
hal itu tak memiliki dasar hukum karena PSSI sejak awal tidak mengakui
ISL dan kompetisi yang digelar oleh PT Liga Indonesia ini pernah
dilaporkan ke FIFA dan AFC sebagai kompetisi ilegal.
Dikatakannya, ISL bergulir sendiri melalui sebuah proses yang panjang
ketika sejak awal PSSI menyusun kompetisi, PSSI telah melakukan
serangkaian kesalahan dengan membentuk klub kloningan seperti Persija
dan Arema serta mencantumkan enam klub tanpa promosi ke dalam level
strata 1 dalam konsep kompetisi 24 klub. “Sejak awal kami sudah memperingatkan hal itu, tetapi Djohar Arifin
tak menggubris. Pengprov-pengprov pun sudah mengingatkan, juga tak
digubris. Masyarakat harus melihat fakta sejarah ini, mengapa sampai ISL
bergulir sendiri bersama PT Liga Indonesia. Ke-18 klub ISL sendiri
telah ikut menyatakan mosi tak percaya kepada PSSI dan mereka ikut dalam
Kongres Luar Biasa di Ancol,” urainya.
Seperti diketahui, Ketua Komdis PSSI Bernhard Limbong dikabarkan
mengancam akan menghukum 15 pemain ISL yang menolak panggilan PSSI untuk
memperkuat Timnas dan akan berlaga pada sebuah invitasi di Palestina
pada pertengahan Mei mendatang. Namun hingga batas waktu yang ditentukan yakni 3 Mei 2012, tak satu
pun pemain ISL yang memenuhi panggilan PSSI dan Bernhard Limbong
dikabarkan telah menyiapkan sanksi moral. PSSI pun kemudian gembar-gembor jika pemanggilan pemain tersebut
sebagai upaya rekonsiliasi tanpa mengindahkan banyak aspek lain terkait
rekonsiliasi yang sebenarnya dan sudah ditekankan sejak awal
kepengurusan Djohar Arifin terpilih dalam kongres di Solo pada 9 Juli
2011.
Menurut La Nyalla, sangat lucu bila Limbong menggunakan cara ancaman
untuk menggertak pemain dan mereka seharusnya menyadari posisinya bahwa
mereka sudah tidak legitimate (tidak diakui) oleh anggota PSSI karena
telah diturunkan oleh dua pertiga anggotanya melalui mosi tak percaya
dan KLB. “Ini lucu. Di satu sisi menghendaki rekonsilisiasi, di sisi lain
ingin menghukum pemain klub yang bukan miliknya. Jelas, pemain menolak
karena mereka sudah memiliki ketua umum sendiri dan para pemain memiliki
induk (klub) yang bernaung dan menaungi PT Liga Indonesia. Jadi kalau
mereka mengancam akan memberi sanksi pada pemain atau menyalahkan PT
Liga, itu salah alamat,” ujarnya. La Nyalla menambahkan, penolakan pemain tersebut juga tak bisa
diartikan sebagai “a-nasionalis” karena para pemain memiliki kewajiban
terhadap klub dan harus patuh pada sirkulasi kompetisi. Sementara invitasi di Palestina itu pun hanya merupakan turnamen
kecil yang diselenggarakan negara tak berperingkat FIFA dan tak masuk
dalam kalender FIFA, dimana para peserta yang diundang mengirimkan
tim-tim U-19 dan U-16, dan bukan Timnas Senior