Kue tradisional sejenis bingkang manis ini, hanya bisa ditemui di Aceh, khususnya di kawasan kabupaten Pidie Jaya. Namanya pun tak susah untuk dilafal, yakni Adee.
Sebelumnya, Adee memang hanya bisa ditemui di Kabupaten Pidie dan Kabupaten Pidie Jaya. Bahkan sebelum tahun 2004, kue Adee ini hanya bisa ditemui di pasar pada bulan Ramadhan saja, atau bisa dicicipi ditempat-tempat pesta perkawinan.
Tapi, sejak tahun 2005 lalu, kue Adee sudah bisa ditemui di daerah-daerah lain, termasuk di Kota Banda Aceh.
Rosnah (46), seorang pengusaha kue Adee ternama di Kota Meureudu, Pidie Jaya, mengaku bisnis kue Adee mulai berkembang saat banyaknya organisasi non pemerintah (NGO) membantu perkembangan bisnis rumahan bagi masyarakat korban bencana gempa dan tsunami Aceh.
"Waktu itu, usai bencana semua masyarakat hidup dari nol lagi, karena di sini potensi dan kemampuan menggolah kue Adee lebih dominan, maka kue itu dikembangkan bisnisnya sekaligus untuk membangun ekonomi rakyat kecil," ujar Rosnah yang kini sudah memiliki beberapa cabang kedai kue Adee, dengan banyak mempekerjakan remaja putri putus sekolah di Meureudue.
Di Ibu Kota Provinsi Aceh, Banda Aceh sendiri, Adee, kini begitu mudah ditemui, bahkan kue dengan tekstur lembut, gurih, legit, manis, dan beraroma bawang goreng ini sering menjadi penganan sandingan minum kopi di banyak warung kopi di Banda Aceh.
Menurut Rosnah, mengolah Adee, tidaklah sulit. Yang penting paduan adonannya harus pas, kemudian kue dibakar di oven. Kalau jaman dulu biasanya dibakar di loyang besi atau yang disebut dengan Neuleuk, yakni pemanggang yang terbuat dari panci tahan api.
Neuluek ini kemudian dimasukkan kedalam baskom pasir sebagai penghantar panas, yang kemudian ditutup dengan seng, lalu di bagian atasnya diberi bara api.
"Adonan Adee yang dimasak dengan Neuleuk ini akan terasa lebih harum dan lebih gurih. Cuma waktu masaknya lebih lama jika dibandingkan dengan oven," kata Husni
Bisnis oleh-oleh khas Aceh
Husni (31), seorang pedagang kue Adee di Banda Aceh, mengaku dirinya dalam sehari ia bisa menjual sebanyak 50-60 loyang untuk kue Adee ukuran kecil. Pembelinya bukan hanya wisatawan domestik tetapi juga turis manca negara.
Dan kue Adee, kini juga menjadi incaran untuk dijadikan sebagai buah tangan setelah berwisata di Banda Aceh, Aceh Besar, dan Sabang.
"Bahkan ada juga pelanggan yang memesan via telepon untuk dikirimkan ke luar Aceh, seperti Provinsi Gorontalo, Kalimantan, Jakarta, dan Medan. Harga per loyang ukuran kecil saya banderol Rp 17 ribu. Karena terkendala masalah pengiriman, maka saat ini ongkos pengiriman ditanggung si pemesan," kata Husni.
Melihat prospek usaha ini begitu menjanjikan. Husni pun memasukan Adee ke dalam daftar kue tradisional di tokonya dan menjadi oleh-oleh khas Aceh bagi wisatawan yang berkunjung ke Banda Aceh.
Husni memasok Adee langsung dari pusatnya yakni Meureudu yang bersumber dari beberapa home industri di Meureudu, seperti Adee Kak Nah, Kak Bat, dan Mutia.
(kompas.com)