Home »
Aceh
» Daftar Pos Anggaran Di RAPBA 2013 Yang Terkesan Mubazir & Tidak Rasional
Inilah Daftar Pos Anggaran Yang Aneh dan Cenderung Di Manfaatkan Untuk Kepentingan Non Publik ( Masyarakat) Aceh Pada RAPBA 2013 Yang Masih Di Bahas Sampai Saat Ini
Banda Aceh - Daftar
Pagu Tambahan RAPBA 2013 yang disusun DPRA yang akan segera
ditandatangani oleh Gubernur Aceh cenderung mementingkan kelompok Partai
Aceh (PA) dengan menambah fasilitas untuk keperluan Wali Nanggroe
sehingga selain membebani keuangan daerah juga missed priority dari
target pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh.
Beberapa pengajuan yang diusulkan oleh DPRA dalam RAPBA 2013 antara lain;
Dana Operasional Gubernur Aceh yagn rata-rata 50 M setiap tahunnya
meningkat menjadi 150 M setiap tahun di tambah dana kerja Gubernur
sebesar 100 M setiap tahun.
Pengajuan dana operasional yang diperuntukkan untuk Wali Nanggroe sebesar 40 M setahun.
Biaya kelanjutan pembangunan istana Wali Nanggroe sebesar 10 M.
Dana dibungkus dalam istilah “pemberdayaan ekonomi” yang sebenarnya
ditujukan kepada KPA sebesar 600 M dimana akan dibagikan kepada
perwakilan-perwakilan KPA di seluruh Aceh masing-masing sebesar 500
juta.
Sementara itu terdapat juga pengajuan dana tambahan yang merupakan proyek-proyek petinggi PA/KPA antara lain;
Pengadaan peralatan Jantung di RSUZA sebesar 40 M yang merupakan proyek dari Wakil Ketua PA Abu Radak.
Pembebasan tanah dan relokasi pemukiman Tiro-Rukoh, Pidie sebesar 50 M yang merupakan Sekjen PA Yahya Muadz.
Pengerukan kuala dangkal (Kuala Pasee, Cangkol dan Keurto) Dinas
Pengairan sebesar 25 M yang merupakan proyek Wakil Gubernur Aceh
Muzakkir Manaf.
Dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
diproyeksikan menelan dana sebesar Rp.1,8 T lebih untuk proyek-proyek
yang berkaitan dengan KPA/PA, Wali Nanggroe dan para petinggi elit
Partai Aceh.
Sementara di lintas sektoral DPRA mengalokasikan
dana dana sebesar 3 M untuk rehabilitasi rumah Kapolda dan 1,35 M untuk
rumah Wakapolda.
Bagi-bagi rezeki dari dana berlimpah yang
disediakan sebenarnya untuk kesejahteraan rakyat di Aceh tergambar jelas
dari rencana anggaran yang diajukan oleh DPRA untuk tahun 2013.
Pertanyaannya sekarang adalah, masih adakah nyali Gubernur Aceh untuk
menolak berbagai pengajuan yang nyata-nyata menyalahi dan mengkhianati
kepentingan rakyat Aceh?
Ketika seseorang terpilih menjadi
seorang pemimpin, seharusnya sudah menjadi kewajiban moral baginya untuk
meninggalkan segala atribut yang melekat pada dirinya, untuk saat itu
juga mengabdikan diri kepada rakyatnya dengan memberikan pelayanan
terbaik. Bukan lagi partai, ataupun ormas pendukung yang menjadi
prioritas namun seluruh rakyat yang saat ini bergantung padanya.
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah ketika dilantik Gubernur menyatakan
sumpahnya untuk bersungguh-sungguh bekerja demi kesejahteraan rakyat
Aceh, sudahkah itu semua terlaksana? Gambaran awal dapat dilihat dari
rancangan anggaran DPRA yang menunjukkan Gubernur Aceh tak kuasa menahan
syahwat rekan-rekan separtainya.