JAKARTA - Mantan Menteri Kesehatan RI,
Siti Fadilah Supari, menceritakan awal ia bertemu bawahannya, Mulya
Hasjmy, di Aceh pascabencana tsunami terjadi di wilayah itu. Mulya
Hasjmy saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan di Nangroe Aceh
Darussalam.
Saat pertama kali bertemu, keduanya tidak dalam
suasana kerja. Menurutnya, saat itu Hasjmy tengah berada dalam posisi
terancam oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka. "Ceritanya pada suatu
hari, tsunami. Waktu itu saya menengok bersama Pak Presiden SBY. Kita
naik helikopter. Saat itu terbang rendah karena saya mengambil foto dan
melihat kalau ada yang terjebak. Ada Kepala Dinas Kesehatan Daerah Aceh
yang diseret-seret oleh GAM untuk dibunuh, namanya Mulya Hasjmy. Waktu
itu GAM belum baik seperti sekarang," kata Siti di kediamannya di
Jakarta Timur, Rabu, (25/4/2012).
Siti mengaku berusaha menolong
Hasjmy dari GAM saat itu. Helikopternya pun terbang rendah agar dapat
mengalihkan perhatian GAM. "Maka lepaslah dari seret-seretan dan dia
bisa lolos. Di situlah dia dipapah orang dan dikenalkan, 'Ini kepala
dinas Aceh yang mau dibunuh.' Waktu itu saya tidak tahu namanya siapa,
mukanya kotor jadi tidak saya kenali," kata Siti.
Setelah
pertemuan itu, Siti mengisahkan, beberapa bulan kemudian Sekretaris
Jenderal Kementerian Kesehatan RI meminta agar Hasjmy dipindahkan ke
Jakarta. Siti menyetujui permintaan tersebut. "Saya bilang, 'Ya
silakan saja dengan cara-cara yang sesuai peraturan.' Sampai kira-kira
tahun 2005 itu, saya tidak tahu. Namanya pun lupa, namanya pokoknya
kepala dinas Aceh," kata dia.
Saat dipindahkan ke Jakarta, Hasjmy
diangkat menjadi Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan
Departemen Kesehatan RI. Begitu menjabat, ada permintaan dari dua rumah
sakit untuk penanggulangan bencana pada Depkes dan harus dia tangani.
Hasjmy kemudian diserahi tanggung jawab sebagai Kuasa Pengguna Anggaran
(KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Di situlah ia diminta memegang
proyek yang berujung masalah tersebut.
Siti mengaku, sejak
Hasjmy datang ke Jakarta tak ada lagi pertemuan dengannya. Hanya
pertemuan sepintas yang terjadi di Aceh tersebut. Bahkan saat proyek
pengadaan alat kesehatan untuk kejadian luar biasa tahun 2005
dijalankan, Siti mengaku tak berhubungan langsung dengan Hasjmy yang
menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK).
Oleh karena itu, ia
membantah semua tuduhan Hasjmy yang menyebut bahwa ia meminta Hasjmy
untuk menerima PT Indofarma sebagai rekanan dalam proyek senilai Rp 15
miliar tersebut. Dalam kasus ini, Hasjmy sudah lebih dulu menjadi
terdakwa. Adapun Siti baru dijadikan tersangka oleh Bareskrim Polri
dengan dugaan penyalahgunaan wewenang. Akibat kasus itu, negara
dirugikan Rp 6,1 miliar.
"Anda perlu ingat, pada tahun 2005, saya
dalam keadaan yang sangat sibuknya luar biasa, banyak bencana. Dalam
keadaan seperti itu rasanya hampir tidak mungkin melakukan apa yang
dituduhkan beliau (Hasjmy)," kata Siti