Dalam
paparan ini saya memberlakukan penyederhaan atau simplifikasi dengan
maksud untuk memperoleh gambaran yang sangat jelas tentang esensinya
saja. Maka saya mengasumsikan bahwa semua minyak mentah Indonesia
dijadikan satu jenis BBM saja, yaitu bensin Premium. Metode ini sering
digunakan untuk memperoleh gambaran tentang esensi atau inti
permasalahannya. Metode ini dikenal dengan istilah method of decreasing
abstraction, terutama kalau dilanjutkan dengan penyempurnaan dengan cara
memasukkan semua detil dari data dan kenyataan, yang dikenal dengan
istilah putting the flesh on the bones.
Cara
perhitungan yang saya lakukan dan dijadikan dasar untuk paparan hari
ini ternyata 99% sama dengan perhitungan oleh Pemerintah yang tentunya
sangat mendetil dan akurat. Dengan data dan asumsi yang sama, Pemerintah
mencantumkan kelebihan uang tunai sebesar Rp. 96,8 trilyun, dan saya
tiba pada kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
PERMASALAHAN
Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak
mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah
harus mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah “untuk membayar subsidi
BBM yang membengkak”.
Harga
minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena
minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap
kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di
dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai
bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus
berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam
perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat
sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.
Sejak
lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-“brainwash”
dengan sebuah doktrin yang mengatakan : “Semua minyak mentah yang
dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga
internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri.” Dengan
kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak
ini dengan harga internasional.
Harga
BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan
ekuivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah
dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar
internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk
perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa “subsidi” sama dengan uang
tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak
memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM
harus dinaikkan.
Pikiran
tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi
harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan
dalam angka-angka yang sebagai berikut.
Harga
bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan
harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$
105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per
barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 =
Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp.
319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter
per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp.
126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan
sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi
sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan
jebol.
Pikiran
yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena
sama sekali tidak memperhitunkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia
memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.
Pengadaan
BBM oleh Pertamina berlangsung atas perintah dari Pemerintah. Pertamina
diperintahkan untuk mengadakan 63 milyar liter bensin premium setiap
tahunnya, yang harus dijual dengan harga Rp. 4.500 per liter. Maka
perolehan Pertamina atas hasil penjualan bensin premium sebesar
63.000.000.000 liter x Rp. 4.500 = Rp. 283,5 trilyun.
Pertamina disuruh membeli dari:
Tabel
di atas menunjukkan bahwa setelah menurut dengan patuh apa saja yang
diperintahkan oleh Pemerintah, Pertamina kekurangan uang tunai sebesar
Rp. 126,63 trilyun.
Pemerintah
menambal defisit tersebut dengan membayar tunai sebesar Rp. 126,63
trilyun yang katanya membuat jebolnya APBN, karena uang ini tidak
dimiliki oleh Pemerintah.
Ini
jelas bohong di siang hari bolong. Kita lihat baris paling atas dari
Tabel denga huruf tebal (bold), bahwa Pemerintah menerima hasil
penjualan minyak mentah kepada Pertamina sebesar Rp. 224,569 trilyun.
Jumlah penerimaan oleh Pemerintah ini tidak pernah disebut-sebut. Yang
ditonjol-tonjolkan hanya tekornya Pertamina sebesar Rp. 126,63 trilyun
yang harus ditomboki oleh Pemerintah.
Kalau jumlah penerimaan Pemerintah dari Pertamina ini tidak disembunyikan, maka hasilnya adalah:
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun
Perhitungan selengkapnya dapat di-download di sini.
• Pemerintah menerima dari Pertamina sejumlah Rp. 224,569 trilyun
• Pemerintah menomboki tekornya Pertamina sejumlah (Rp. 126,63 trilyun)
• Per saldo Pemerintah kelebihan uang tunai sejumlah Rp. 97,939 trilyun
Perhitungan selengkapnya dapat di-download di sini.
TEMPATNYA DALAM APBN
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Kalau memang ada kelebihan uang tunai dalam Kas Pemerintah, di mana dapat kita temukan dalam APBN 2012 ?
Di halaman 1 yang saya lampirkan, yaitu yang dirinci ke dalam :
Sumber : Perhitungan Bapak Anggito Abimanyu
Perbedaan sejumlah Rp. 1,1 trilyun disebabkan karena Pemerintah menghitungnya dengan data lengkap yang mendetil.
Saya
menghitungngya dengan penyederhanaan/simplifikasi guna memperoleh
esensi perhitungan bahwa Pemerintah melakukan kehohongan publik. Bedanya
toh ternyata sama sekali tidak signifikan, yaitu sebesar Rp. 1,1
trilyun atau 1,14 % saja.
SUBSIDI BUKAN PENGELUARAN UANG TUNAI
Dalam pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Dalam pembicaraan tentang BBM, kata “subsidi BBM” yang paling banyak dipakai. Kebanyakan dari elit bangsa kita, baik yang ada di dalam pemerintahan maupun yang di luar mempunyai pengertian yang sama ketika mereka mengucapkan kata “subsidi BBM”.
Ketika
mulut mengucapkan dua kata “subsidi BBM”, otaknya mengatakan “perbedaan
antara harga minyak mentah internasional dengan harga yang dikenakan
kepada bangsa Indonesia.” Ketika mulut mengucapkan “Subsidi bensin
premium sebesar Rp. 2.009 per liter”, otaknya berpikir : “Harga minyak
mentah USD 105 per barrel setara dengan dengan Rp. 6.509 per liter
bensin premium, sedangkan harga bensin premium hanya Rp. 4.500 per
liter”.
Mengapa
para elit itu berpikir bahwa harga minyak mentah yang milik kita
sendiri harus ditentukan oleh mekanisme pasar yang dikoordinasikan oleh
NYMEX di New York ?
Karena
mereka sudah di-“brain wash” bahwa harga adalah yang berlaku di pasar
internasional pada saat mengucapkan harga yang bersangkutan. Maka karena
sekarang ini harga minyak mentah yang ditentukan dan diumumkan oleh
NYMEX sebesar USD 105 per barrel atau setara dengan bensin premium
seharga Rp. 6.509 per liter, dan harga yang diberlakukan untuk bangsa
Indonesia sebesar Rp. 4.500 per liter, mereka teriak : “Pemerintah
merugi sebesar Rp. 2.009 per liter”. Karena konsumsi bangsa Indonesia
sebanyak 63 milyar liter per tahun, maka Pertamina merugi Rp. 126,567
trilyun per tahun.
Selisih
ini disebut “subsidi”, dan lebih konyol lagi, karena lantas mengatakan
bahwa “subsidi” ini sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan”.
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Pikiran hasil brain washing tersebut berakar dalam UU nomor 22 tahun 2001. Pasal 28 ayat 2 berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar”. Ini berarti bahwa rakyat harus membayar minyak yang miliknya sendiri dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX di New York. Kalau harganya lebih rendah dikatakan merugi, harus mengeluarkan tunai yang tidak dimiliki dan membuat APBN jebol.
Seperti
yang baru saya katakan tadi pikiran seperti itu tidak benar. Yang benar
ialah pengeluaran uang tunai untuk pemompaan minyak sampai ke atas muka
bumi (lifting) ditambah dengan pengilangan sampai menjadi BBM
(refining) ditambah dengan pengangkutan sampai ke pompa-pompa bensin
(transporting), seluruhnya sebesar USD 10 per barrel. Dengan kurs yang 1
USD = Rp. 9.000, uang tunai yang dikeluarkan untuk menghasilkan 1 liter
premium sebesar Rp. 566.
BAGAIMANA UUD HARUS DITAFSIRKAN TENTANG KEBIJAKAN MINYAK?
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
Menurut UUD kita harga BBM tidak boleh ditentukan oleh siapapun juga kecuali oleh hikmah kebijaksanaan yang sesuai dengan kepatutan, daya beli masyarakat dan nilai strategisnya bagi sektor-sektor kehidupan ekonomi lainnya. Mengapa ? Karena BBM termasuk dalam “Barang yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak”.
PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.”
Itulah sebabnya Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal 28 ayat (2) dari UU nomor 22 tahun 2001 tentang Migas bertentangan dengan UUD RI. Putusannya bernomor 002/PUU-I/2003 yang berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi diserahkan pada persaingan usaha yang sehat dan wajar dari Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang dasar Republik Indonesia.”
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 pasal 72 ayat (1)
Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP. Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
Brain washing begitu berhasilnya , sehingga Putusan MK ini disikapi dengan Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2004. Pasal 72 ayat (1) berbunyi : “Harga bahan bakar minyak dan gas bumi, kecuali gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil, diserahkan pada persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan.” Ini benar-benar keterlaluan. UUD, MK dilecehkan dengan PP. Jelas Pemerintah telah berpikir, berucap dan bertinak yang bertentangan dengan UUD kita dalam kebijakannya tentang BBM. Toh tidak ada konsekuensinya apa-apa. Toh Pemerintah akan memberlakukannya dengan merujuk pada Undang-Undang yang telah dinyatakan bertentangan dengan Konstitusi.
APA MAKSUD DAN DAMPAK DARI MEMPERTAHANKAN BERLAKUNYA UU NO. 22 TAHUN 2001 ?
Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Maksudnya jelas, yaitu supaya mendarah daging pada rakyat Indonesia bahwa mereka harus membayar harga BBM (bensin) dengan harga yang ditentukan oleh NYMEX. Bahkan setiap hari harga BBM harus bergejolak sesuai dengan fluktuasi harga minyak mentah yang diumumkan oleh NYMEX setiap beberapa menit sekali.
Harian
Kompas tanggal 17 Mei 2008 memuat pernyataan Menko Boediono (yang
sekarang menjabat Wakil Presiden) yang berbunyi : “Pemerintah akan
menyamakan harga bahan bakar minyak atau BBM untuk umum di dalam negeri
dengan harga minyak di pasar internasional secara bertahap mulai tahun
2008……..dan Pemerintah ingin mengarahkan kebijakan harga BBM pada
mekanisme penyesuaian otomatis dengan harga dunia.”
Harian
Indopos tanggal 3 Juli 2008 mengutip Presiden SBY yang mengatakan
:”Jika harga minyak USD 150 per barrel, subsidi BBM dan listrik yang
harus ditanggung APBN Rp. 320 trilyun.” “Kalau (harga minyak) USD 160,
gila lagi. Kita akan keluarkan (subsidi) Rp. 254 trilyun hanya untuk
BBM.”
Jelas
bahwa Presiden SBY sudah teryakinkan bahwa yang dikatakan dengan
subsidi memang sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan. Hal yang
sama sekali tidak benar, seperti yang diuraikan di atas tadi.
SHELL SUDAH MENJALANKAN HARGA BBM NAIK TURUN OTOMATIS DENGAN NAIK TURUNNYA HARGA MINYAK DI PASAR INTERNASIONAL
Barang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Kemarin, tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Barang siapa membeli bensin dari pompa Shell akan mengalami bahwa harga naik turun. Kemarin, tanggal 18 Maret 2012 harga bensin super Shell Rp. 9.550 per liter.
Harga
Rp. 9.550 dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 = Rp. 8.984 per
liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, harga ini setara dengan harga
minyak mentah USD 0,9982 per liter atau USD 159 minyak mentah per
barrel. Harga minyak mentah di pasar internasional USD 105 per barrel.
Shell mengambil untung dari rakyat Indonesia sebesar USD 54 per barrel
atau USD 0,34 per liter, yang sama dengan Rp. 3.057 per liternya. Ini
kalau minyak mentahnya dibeli dari pasar internasional dengan harga USD
105 per barrel. Tetapi kalau minyak mentahnya berasal dari bagiannya
dari kontrak bagi hasil, bayangkan berapa untungnya !!
PEMERINTAH BERANGGAPAN BAHWA PENENTUAN HARGA BBM KEPADA RAKYATNYA SENDIRI HARUS SAMA DENGAN YANG DILAKUKAN OLEH SHELL
Sekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.
Sekarang menjadi lebih jelas lagi bahwa Pemerintah merasa dan berpendapat (sadar atau tidak sadar) bahwa Pemerintah harus mengambil untung yang sama besarnya dengan keuntungan yang diraih oleh Shell dari rakyat Indonesia, bukan menutup defisit BBM dalam APBN, karena defisitnya tidak ada. Sebaliknya, yang ada surplus atau kelebihan uang tunai.
BENSIN PERTAMAX DARI PERTAMINA SUDAH MEMBERI UNTUNG SANGAT BESAR KEPADA PERTAMINA
Harga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
Harga bensin Pertamax Rp. 9.650 per liter. Dikurangi dengan biaya LTR sebesar Rp. 566 menjadi setara dengan harga minyak mentah sebesar Rp. 9.084/liter. Dengan kurs 1 USD = Rp. 9.000, per liternya menjadi USD 1,0093, dan per barrel (x 159) menjadi USD 160,48. Untuk bensin Pertamax, Pertamina sudah mengambil untung sebesar USD 55,48 per barrelnya.
Nampaknya Pemerintah tidak rela kalau untuk bensin premium keuntungannya tidak sebesar ini juga.
MENGAPA RAKYAT MARAH ?
Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Kita saksikan mulai maraknya demonstrasi menolak kenaikan harga bensin premium. Bukan hanya karena kenaikan yang akan diberlakukan oleh Pemerintah memang sangat memberatkan, tetapi juga karena rakyat dengan cara pikir dan bahasanya sendiri mengerti bahwa yang dikatakan oleh Pemerintah tidak benar.
Banyak
yang menanyakan kepada saya : Kita punya minyak di bawah perut bumi
kita. Kenapa kok menjadi sedih kalau harganya meningkat ? Orang punya
barang yang harganya naik kan seharusnya lebih senang ?
Dalam
hal minyak dan bensin, dengan kenaikan harga di pasar internasional
bukankah kita harus berkata : “Untunglah kita punyak minyak sendiri,
sehingga harus mengimpor sedikit saja.”
ADAKAH NEGARA YANG MENJUAL BENSINNYA ATAS DASAR KEBIJAKANNYA SENDIRI, TIDAK OLEH NYMEX ?
Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
Ada. Fuad Bawazir mengirimkan sms kepada saya dengan data tentang negara-negara yang menjual bensinnya dengan harga yang ditetapkannya sendiri, yaitu :
- Venezuela : Rp. 585/liter
- Turkmenistan : Rp. 936/liter
- Nigeria : Rp. 1.170/liter
- Iran : Rp. 1.287/liter
- Arab Saudi : Rp. 1.404/liter
- Lybia : Rp. 1.636/liter
- Kuwait : Rp. 2.457/liter
- Quatar : Rp. 2.575/liter
- Bahrain : Rp. 3.159/liter
- Uni Emirat Arab : Rp. 4.300/liter
KESIMPULAN
Kesimpulan dari paparan kami ialah :
Kesimpulan dari paparan kami ialah :
- Pemerintah telah melanggar UUD RI
- Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyatnya, karena mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 tr, sedangkan kenyataannya kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun.
- Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, Pemerintah ingin memperoleh kelebihan yang lebih besar lagi, yaitu sebesar Rp. 192,455 trilyun, bukan sekedar menutup “bolongnya” APBN.
- Pertamina sudah mengambil keuntungan besar dari rakyat Indonesia dalam hal bensin Pertamax dan Pertamax Plus. Nampaknya tidak rela hanya memperoleh kelebihan uang tunai sebesar Rp. 97,955 trilyun dari rakyatnya. Maunya sebesar Rp. 192,455 trilyun dengan cara menaikkan harga bensin premium menjadi Rp. 6.000 per liter.
- Pemerintah menuruti (comply) dengan aspirasi UU no. 22 tahun 2001 yang menghendaki supaya rakyat Indonesia merasa dan berpikir bahwa dengan sendirinya kita harus membayar bensin dengan harga dunia, agar dengan demikian semua perusahaan minyak asing bisa memperoleh laba dengan menjual bensin di Indonesia, yang notabene minyak mentahnya dari Indonesia sendiri.Bukankah Shell, Petronas, Chevron sudah mempunyai pompa-pompa bensin ?