Alm Tgk Hasan Tiro Foto: The Price of Freedom: The Unfinished Diary of Tengku Hasan Di Tiro |
Aceh mengirimkan delegasi yang menjadi
peserta Kongres pertama PII di Yogyakarta pada tahun 1948 untuk
mengesahkan keberadaan PII di Indonesia. Diantaranya adalah Dr.H.Tgk
Muhammad Hasan Tiro mewakili Aceh dari kalangan kepemudaan, karena masa
itu ia aktif dalam organisasi kepemudaan, Persatuan Pelajar Indonesia (Pertindo) dibawah pembinaan Daud Beureu'eh. Kongres
pun mengamanahkan pada Hasan Tiro untuk membentuk PII di Aceh dan
kemudian Pertindo bersepakat untuk meleburkan diri menjadi PII di Aceh.
Sampai sekarang PII masih berdiri tegak dan kokoh berkat kerja keras
Wali Nanggroe Aceh tersebut.
"Yang membawa PII ke Aceh itu termasuk
Hasan Tiro, waktu kongres di Yogyakarta, ia dalah mewakili pemuda dari
Aceh dan Pertindo merupakan organisasi dibawah pembinaan Daud Beureu'eh
bersepakat meleburkan diri menjadi PII,"tegas Ketua PII Aceh Iqbal Senin
(7/5).
Sedangkan untuk ketua pertama, lanjut
Iqbal adalah seorang tokoh Aceh Alm. Sofyan Hamzah, dimasa hidupnya
mengabdi di Mesjid Raya Baiturrahman sebagai Imam besar. Dan, banyak
tokoh-tokoh lain yang memilki kontribusi dalam mengembangkan PII di Aceh
kala itu.
Jadi, Hasan Tiro yang akrap disapa
dengan "Wali Nanggroe" dikalangan mantan kombatan memiliki andil penting
dalam membangun PII di Aceh. Walaupun Ia tidak pernah mendapatkan
pendidikan pengkaderan dari PII, oleh karenanya ia dinobatkan sebagai
anggota kehormatan telah berjasa dalam mewujudkan PII Aceh.
"Hasan Tiro itu sebagai anggota
kehormatan dianugerahkan oleh PII, karena beliau memiliki kontribusi
besar dalam mewujudkan PII di Aceh pada masa itu," ungkap Iqbal
mahasiswa Fisipol Unsyiah di Tower I Prada.
Ternyata, ada sejumlah petinggi GAM
lainnya yang juga mantan kader dari PII. PII yang merupakan organisasi
pengkaderan patut diapresiasi. Siapa sangka Muzakir Manaf yang sekarang
sudah menjadi Wakil Gubernur Aceh juga merupakan kader PII. Bukan hanya
itu, Abdullah Syafi’I mantan Panglima Perang Gerakan Aceh Merdeka yang
gugur di Jiemjiem dalam pertempuran dengan pihak TNI juga kader dari
PII.
Jadi, kader PII dari deklarator GAM
sampai dengan dua Panglima besar GAM adalah pernah mengecap pendidikan
pengkaderannya di PII. Jadi wajar saja keberadaan PII dari masa-kemasa
mendapatkan posisi yang aman setelah reformasi, meskipun saat itu Aceh
dalam situasi konflik.
"Kader PII ada juga yang menjadi
Panglima GAM saat itu, yaitu Abdullah Syafi'i, beliau itu kader PII di
Pidie pada tahun 1960-1970-an dulu pada saat masa-masa sekolah, demikian
juga dengan Muzakir Manaf, beliau kader PII," ujar Iqbal.
Oleh karenya, jelas Iqbal lagi, semasa
konflik, PII selalu dibela oleh pihak GAM, dan bukan hanya dari pihak
mereka, tetapi juga dari pihak TNI-POLRI juga membela PII. Hal ini
disebabkan anggota PII sudah berada dimana saja, termasuk sudah menjadi
TNI dan lain sebagainya.
Kembali Iqbal menjelaskan, PII sebagai
organisasi pengkaderan diberi kebebasan untuk menentukan sikapnya
setelah tidak lagi berada dalam PII, makanya kader PII ada disejumlah
tempat, baik di tubuh TNI-POLRI, pejabat pemerintahan, partai politik
dan bahkan dalam tubuh GAM sendiri.
Pada masa Orba PII sempat dibubarkan
oleh Soeharto akibat menolak memakai azas tunggal yaitu Pancasila.
Namun, pasca reformasi PII kembali bisa bernafas sama dengan beberapa
organisasi gerakan lainnya di Indonesia.
“PII pernah dilarang pada masa Orba,
saat itu PII dipaksakan untuk menganut azas tunggal, yaitu Pancasila dan
PII menolak, sehingga Soeharto membubarkan PII," ungkap Iqbal diakhir
perbincangan.
+ komentar + 1 komentar
mantap broo.. Brita yg hot ada ga? Hahaha..